Nama : Tegar Al Aqbar Erz
NIM : F1A013057
Tugas
Sosiologi Politik
Politik
dan Media
Dalam
kehidupan masyarakat tentu sudah tak asing lagi bila mendengar kata politik. Kata itu sering sekali di
perdengarkan dan disebutkan oleh sebagian besar masyarakat baik itu kalangan
atas, menengah maupun bawah. Bahkan setiap orang memiliki pandangan tersendiri
bila ditanya tengtang politik, namun pada umumnya bagi mereka yang hanya sekedar
mengerti beranggapan bahwa politik hanya menyangkut tentang pemilu, pilkada,
ataupun partai politik.
Politik
merupakan ilmu yang memusatkan perhatian pada perjuangan untuk memperoleh dan
mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan dan mempengaruhi pihak lain.
William A Welsh (1973:1) bahwa kehidupan politik ada dalam setiap segi
kehidupan manusia. Kegiatan politik selalu berada disekeliling manusia, politik
mempengaruhi kehidupan manusia tanpa mempedulikan apakah seorang berpatisipasi
atau tidak dalamproses politik.
Pada
umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan
dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan
tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. Pengambilan
keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem
politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan
skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan untuk
melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum
(public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau
alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada. Untuk bisa
berperan aktif melaksanakan kebijakan-kebijakan itu, perlu dimiliki kekuasaan
(power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan baik untuk membina
kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses
itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika
perlu bersifat paksaan (coercion). Tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya
merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.
Politik
merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun
banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan
kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara.
Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik
politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya.
Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat
(public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik
menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan
kegiatan-kegiatan perseorangan (individu).
Di
indonesia bila berbicara politik banyak sekali hal yang dapat dijadikan kajian
dalam pembicaraan, seperti tingkat partisipasi masyarakat dalam politik, jumlah
atau angka yang menggambarkan penduduk melek politik ataupun masih banyak hal
menarik lainnya. Hal yang paling menarik bila berbicara politik di indonesia
adalah keterkaitan antara kehidupan politik dan media masaa. Yang dimana hal
itu menjadi fenomena baru dalam masyarakat kini. Kampanye politik mulai tayang
di televisi yang dimana dinilai menjadi sebuah cara yang ampuh dalam strategi
politik. Sebut saja cara yang di ambil oleh oleh pasangan jokowi dan ahok yang
maju dalam pemilihan gubernur jakarta yang terbukti ampuh dengan memenangkan
hasil pilkada. Selain itu juga sekarang ada iklan dari partai perindo yang
selalu tayang di sebuah televisi swasta yang kini mulai meracuni pikiran
penontonnya karena penontonnya dibuat hafal dengan mars tersebut.
Media
merupakan unsur pokok dalam proses komunikasi. Media menjadi perantara
komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Media pada dasarnya
adalah segala sesuatu yang merupakan saluran dengan mana seseorang menyatakan
gagasan, isi jiwa atau kesadarannya. Atau dengan kata lain, media adalah alat
untuk mewujudkan gagasan manusia (dalam Arifin, 2010: 116).
Media
massa merupakan salah satu alat yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
memperoleh sejumlah informasi. Media massa itu sendiri terdiri dari berbagai
jenis yaitu media cetak seperti surat kabar, majalah, tabloid dan media yang melalui
proses pencetakan lainnya dan media elektronik seperti televisi, radio dan
internet. Sebagaimana diketahui, salah satu media massa yang sarat dengan
informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas, karena pers pada
dasarnya merupakan media massa yang lebih menekankan fungsinya sebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita dan berita adalah bagian dari
realitas sosial yang dimuat media karena memiliki nilai yang layak untuk
disebarkan kepada masyarakat.
Selain
pers ada juga iklan, iklan awalnya hadir dalam industri jasa dan bisnis, baik
menyangkut penjualan barang dan jasa maupun penguatan opini dan image. Pada
masa kini, iklan benar-benar menjadi daya tarik masyarakat Indonesia dan
diperbincangkan dengan hangat terutama di masa-masa Pemilu 1999.
Iklan
politik memang bukanlah sesuatu yang baru. Iklan politik hadir dalam setiap
lima tahun sekali ketika dilaksanakan pemilihan umum para wakil rakyat yang
duduk di lembaga perwakilan rakyat. Hanya perbedaannya terletak pada iklan politik
yang muncul selama kampanye Pemilu 1999 jauh lebih meriah. Kebebasan informasi
yang ditandai dengan munculnya era Reformasi membuat bermacam-macam media, baik
media cetak maupun media eletronik menjadi sarana efektif untuk berkampanye.
Bahkan dikatakan Setiyono, jauh lebih efektif dibandingkan dengan pengerahan
massa, meskipun model lama tersebut masih tetap digunakan selama kampanye
Pemilu.
Iklan
politik yang digunakan oleh pelaku politik dapat mempengaruhi pilihan calon
pemilih karena calon pemilih dapat lebih banyak mengetahui visi misi dari calon
wakil rakyat. Hal tersebut lebih menguntungkan para pelaku politik dibandingkan
pada saat kampanye yang dilakukan hanya berupa pamflen dan baliho di pinggir
jalan.
Seperti
yang kita ketahui bahwa media massa mempunyai peran yang sangat signifikan
dalam kehidupan manusia. Tak bisa dipungkiri bahwa hampir pada setiap aspek
kegiatan manusia, baik secara pribadi maupun umum, selalu berhubungan dengan
aktifitas komunikasi massa. Hasrat interaksi antar individu atau masyarakat
yang tinggi tersebut menemukan salurannya yang paling efektif dan terandalkan
dalam berbagai bentuk media massa, guna saling berkomunikasi dan bertukar
informasi.
Dalam
perkembangannya, media massa memang sangat berpengaruh di wilayah kehidupan
sosial, budaya, ekonomi, hingga politik. Dari aspek sosial-budaya, media adalah
institusi sosial yang membentuk definisi dan citra realitas serta dianggap
sebagai ekspresi sosial yang berlaku umum; secara ekonomis, media adalah
institusi bisnis yang membantu masyarakat untuk memperoleh keuntungan dari
berbagai usaha yang dilakoni; sedang dari aspek politik, media memberi ruang
atau arena pertarungan diskursuf bagi kepentingan berbagai kelompok
sosial-politik yang ada dalam masyarakat demokratis.
Kesamaan
utama antara politik dan media ada pada hubungannya dengan orang banyak. Kedua
ranah tersebut membutuhkan dan dibutuhkan oleh masyarakat, yang anonim, dalam
melakukan operasi-operasi rutinnya. Politik berurusan dengan ideologi, dan
topik ideologi tentu saja menyangkut kehidupan sosial rakyat. Sementara media
adalah jembatan antara topik atau tema yang diangkat dengan rakyat yang
tersebar.
Secara
teoritis, keduanya bisa berjalan dengan harmoni. Media massa bisa memediasi
kegiatan politik dari para politisi kepada masyarakat. Dan sebaliknya, media
juga bisa memediasi opini, tuntutan, atau reaksi masyarakat kepada para
politisi. Media massa adalah ruang lalu lintas bagi segala macam ide-ide yang
menyangkut kepentingan orang banyak.
Namun
dalam menghadapi dunia politik, media massa tak jarang menemui
kesulitan-kesulitan tersendiri. Di satu sisi, media massa dituntut untuk
melaksanakan fungsinya agar pembaca, pemirsa, atau pendengar kian memiliki
sikap kritis, kemandirian, dan kedalaman berpikir. Namun di sisi lain,
pragmatisme ekonomi memaksa media mengadopsi logika politik praktis yang
terpatri pada spektakuler, sensasional, superfisial, dan manipulatif.
Pendekatan
strukturasi melirik bahwa determinasi kapitalisme global menjadi satu-satunya
penentu nilai-nilai apa yang akan disebar melalui media massa tidaklah patut
diterima begitu saja. Sebab, dalam rantai strukturnya, terdapat agen-agen lokal
yang memiliki peranan aktif dan kreatif dalam proses pengendalian pengaruh
media massa terhadap pembentukan opini publik sesuai dengan kepentingan politis
yang hendak dicapai golongannya.
Pada
dasarnya, secara ideal, pemberitaan media massa haruslah sesuai dengan azas dan
prinsip jurnalistik yang berlaku secara universal, yakni menjunjung tinggi azas
objektifitas, akurat, adil, berimbang, dan menegaskan posisi netralitasnya.
Selain itu, wajib hukumnya setiap pelaku jurnalistik dalam pemberitaannya untuk
menaati kode etik. Privatisasi atau kepemilikan pribadi maupun kelompok atas
perusahaan media massa sebenarnya bukanlah masalah, sepanjang pemberitaan yang
disebarkan kepada masyarakat luas senantiasa tunduk pada azas serta prinsip
ideal tersebut.
Menjadi
masalah kemudian, apabila terjadi penyimpangan terhadap fungsi media sebagai
sarana komunikasi massa yang mengutamakan kepentingan publik, terutama jika hal
ini dilakukan oleh sang pemilik modal itu sendiri. Sebagai pemilik dari suatu
perusahaan media, tentunya mereka memiliki kuasa lebih untuk mengintervensi
kebijakan redaksi. Sayangnya, beberapa pihak yang disebut di atas maupun pihak
lain yang mengindikasikan fenomena serupa justru beralih memanfaatkan situasi
ini untuk memuluskan proyek politik pribadi maupun golongannya saja, sehingga
objektifitas pemberitaan sebagai syarat bagi informasi yang dibutuhkan oleh
masyarakat demokratis telah dikesampingkan.
Sekarang
ini, fenomena pemanfaatan media massa sebagai alat politik bagi pertarungan
kepentingan elit tertentu telah menjadi gejala umum yang terus menjalar tidak
hanya di ranah nasional tetapi juga di daerah. Berbagai ajang pencitraan yang
berlebihan, tendensi sikap yang diskriminatif terhadap golongan atau tokoh
tertentu, serta berbagai upaya pemelintiran substansi pemberitaan pun kerap
dengan mudah kita jumpai.
Kondisi
seperti ini merupakan paradoks dilematis yang telah menciderai kehidupan
masyarakat demokratis, dimana setiap orang memiliki hak untuk memperoleh
informasi publik yang objektif. Sementara media massa sebagai sarana pemenuhan
informasi paling mainstream justru mulai ditunggangi oleh elit politik tertentu
yang berkepentingan mengarahkan pilihan politik masyarakat kepada apa yang dia
munculkan sebagai pilihan tunggal.
Politik
dan media memang ibarat dua sisi dari satu mata uang. Media memerlukan politik
sebagai makanan yang sehat. Media massa, khususnya harian dan elektronik,
memerlukan karakteristik yang dimiliki oleh ranah politik praktis: hingar
bingar, cepat, tak memerlukan kedalaman berpikir, dan terdiri dari tokoh-tokoh
antagonis dan protagonis.
Politik
juga memerlukan media massa sebagai wadah dalam mengelola kesan yang hendak
diciptakan. Tidak ada gerakan sosial yang tidak memiliki divisi media. Apapun
bidang yang digeluti oleh sebuah gerakan, semuanya memiliki perangkat yang
bertugas untuk menciptakan atau berhubungan dengan media.
Dunia
politik sadar betul bahwa tanpa kehadiran media, aksi politiknya menjadi tak
berarti apa-apa. Bahkan menurut C. Sommerville, dalam bukunya Masyarakat Pandir
atau Masyarakat Informasi (2000), kegiatan politik niscaya akan berkurang jika
tidak disorot media.
Media
memang memiliki kemampuan reproduksi citra yang dahsyat. Dalam reproduksi citra
tersebut, beberapa aspek bisa dilebihkan dan dikurangi dari realitas aslinya
(simulakra). Kemampuan mendramatisir ini pada gilirannya merupakan amunisi yang
baik bagi para politisi, terutama menjelang pemilu.
Yang
menjadi masalah bagi politisi adalah bagaimana ia menjalin hubungan muatualisme
dengan pihak media, bagaimana ia membangun kesan tertentu dengan memilih latar
belakang (pada televisi) saat bercakap-cakap dengan media, bagaimana ia mampu
meyakinkan media bahwa ia dan aksinya adalah penting. Semua dilakukan dengan
mengharapkan imbalan berupa publisitas.
Namun
pada saat yang sama, media massa juga harus berpikir bahwa ia tidak
diperkenankan mengadopsi kepentingan-kepentingan tersebut secara berlebihan.
Salah-salah, ia akan menjadi bagian dari program politik sebuah golongan
politik. Dan tak mudah memang membuat garis demarkasi apakah sebuah media
prorakyat atau tengah ditunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang juga mengklaim
sebagai pejuang kerakyatan.
Hubungan
antara politik dan media juga terlihat pada pemilik media yang memanfaatkan
media massa yang dia miliki untuk mempromosikan partai politik, yang juga
partai politik yang pemilik media tersebut miliki.
Ada
beberapa pemimpin partai politik yang memiliki media massa swasta di Indonesia.
Pemimpin Partai Politik tersebut salah satu nya adalah Surya Paloh. Surya Paloh
adalah pemilik dari Media Group, yang juga adalah Ketua Umum Partai Nasional
Demokrat. Hal tersebut sangat menguntungkan bagi Partai Nasional Demokrat
karena mereka dapat mengontrol berita yang disampaikan kepada public, apakah
berita tersebut dapat menguntungkan bagi partai nya atau tidak.
Sebagian
besar berita yang disajikan oleh Metro TV (stasiun Televisi milik Media Group)
cenderung menunjukkan kekurangan dari pemerintah, baik itu kebijakan yang
cenderung menyusahkan rakyat maupun kelemahan-kelemahan dari Presiden saat ini,
yan notabene adalah lawan politik nya.
Berita-berita
yang menunjukkan keburukan dari Presiden maupun lawan politik dari Surya Paloh
atau Partai Nasional Demokrat tersebut dapat mempengaruhi penilaian publik
terhadap kinerja dan kualitas kerja lawan politik nya. Dan pemberitaan yang
menunjukkan kebaikkan dari partai Nasional Demokrat dapat memberikan penilaian
yang baik terhadap public, dan tentu saja akan menguntungkannya.
Hal
tersebut akan berdampak pada saat Partai Nasional Demokrat terjun dalam
pemilihan umum. Pemilih yang menjadi pemirsa dari Metro TV akan cenderung
memilih calon dari Partai Nasional Demokrat karena pemilih tersebut telah
disuguhi berita-berita yang dapat mempengaruhi pilihannya menjadi memilih
Partai Nasional Demokrat (meskipun hal tersebut belum bisa dipastikan).
Hubungan
antara media dan politik sangat terlihat pada saat ini melalui media massa
cetak maupun elektronik. Hubungan yang paling jelas terlihat adalah pada saat
menjelang pemilu, iklan politik memenuhi media massa cetak maupun elektronik.
Hampir di seluruh stasiun televisi, iklan politik ditayangkan di antara iklan-iklan
produk barang atau jasa sehari-hari. Kampanye dengan menggunakan iklan politik
di media massa, terutama televisi, dapat lebih menguntungkan para calon wakil
rakyat dibandingkan kampanye dengan menggunakan pamphlet dan baliho yang
disebar di pinggir jalan, karena calon pemilih dapat mengetahui lebih banyak
tentang visi misi dari para calon wakil rakyat.
Hubungan
antara media dan politik juga terlihat pada pemilik media massa yang
memanfaatkan media massa nya untuk mempromosikan partai politik miliknya. Cara
mempromosikan partai politik tersebut bukan hanya dengan iklan politik, namun
juga memanfaatkan pemberitaan yang ada di dalam media massa tersebut.
Pemberitaan tersebut dapat dimanfaatkan dengan memberikan berita tentang
keburukan dari lawan politik nya, dan memberikan berita yang berisi kebaikan
dari partai politiknya.
Daftar
Pustaka
Canggara,
Hafied.2009. Komunikasi
Politik:Konsep,Teori dan Strategi. Jakarta:Rajawali Pers
Soebiantoro,
M. Dkk. 2009. Pengantar Ilmu Politik.
Purwokerto: UNSOEDpers
M Setiadi, Elly. Usman, Kolip. 2011. Pengantar
Sosiologi. Jakarta : Kencana.
https://id.wikipedia.org/wiki/Politik di akses 07:52
Senin, 20 Juni 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar